Rabu, April 07, 2010

LENCANA HITAM

Malam semakin larut, suasana yang hening dan dinginnya malam yang menusuk ke kerongkongan memaksaku untuk pergi ke keranjang 1,5 X 2 m yang ada di sudut kamarku. Ku pejamkan mataku meskipun belum terasa mengantuk.

"Umbul-umbul blambangan...umbul-umbul blambangan..." sepenggal lagu alarm memaksaku bangun. "Ah...masih jam 2.45." ku berusaha bangun, namun belaian bantal dan keranjang tidak mengijinkannya. akhirnya aku pun terbangun sekitar jam 5 pagi.

Seperti rutinitas harian, setiap kali bangun aku pergi ke teras atas untuk mengambil jatah oksigen yang disediakan oleh alam. sembari melihat rumah-rumah yang masih belum beraktivitas aku membayangkan mimpiku semalam yang hampir mirip dengan mimpi-mimpi pada malam sebelumnya. "Mimpi terbang lagi...terbang lagi. tapi mengapa untuk kali ini untuk terbang saja sulit? tak seperti mimpi terbang sebelumnya yang sangat mudah dan menyenangkan. Ah bodo ah, namanya juga bunga tidur."

setelah merasa penuh oksigen ku ambil air wudhu sebagai prasyarat bertemu denganNya. Tak seperti biasanya hari ini aku merasa capek dan lelah, tak semangat kuliah, kangen emak dan bapak, pengen nangis, campur aduk mirip gado-gado di pinggir jalan yang dulu sering aku makan. tapi mau gimana lagi, udah jadi konsekuensi menjadi mahasiswa rantau, selain itu ini juga merupakan puzzle yang akan melengkapi perjalanan hidupku.

Jam ponsel menunjukkan 8.45, waktunya siap2 kuliah. dengan sebagian nyawa yang masih tertinggal di atas kasur empuk ku aku beranikan diriku untuk melangkah ke luar kontrakan yang berjarak 650m dari kampus. "tumben aq datang lebih awal dari dosennya(gumam dalam hati)."

Ku ikuti setiap detil dari petuah yang dosen ucapkan dan kucatat setiap coretan emas di papan putih yang nimbrung di depan kelas. semakin siang suasana kelas semakin hangat, canda tawa dan lelucon yang dibuat oleh dosen sedikit banyak mengobati perasaanku yang dari tadi pagi pengen nangis dan kangen emak bapak.

"Jeglarrrr...." bak petir di siang bolong. mendadak orang yang bergelar sebagai orang yang patut di GUgu dan ditiRU(Guru/Dosen) mengeluarkan senjata yang paling tajam sepanjang jaman. "KAMU(disini adalah aku), KAMU YANG BAJU ****, DAN *** ORANG KELUAR DARI KELAS SAYA!!!(sembari mengeluarkan energi negatif yang ada pada dirinya)." sejenak suasana kelas pun menjadi hening. "kesalahan saya apa pak?" tanyaku yang masih bingung. "KAMU MASIH TANYA KESALAHANMU APA??KELUAR DARI KELAS SAYA SEBELUM SAYA SEMAKIN MARAH!!! BAWA JUGA TASNYA KELUAR!!!" segera aku rapikan buku dan tasku dan menuju ke meja beliau. "TANDA TANGAN!" tegas beliau. kucari pulpen yang sedang bersembunyi di antara kertas-kertas di dalam tas, mungkin dia takut atau mungkin dia malu karena sahabatnya dikeluarkan dari kelas. "NGAA PUNYA PULPEN, NI SAYA PINJAMI." kata beliau dengan nada yang sedikkit meninggi. aku tetap diam, sembari mengeluarkan pulpen yang mulai keluar dari persembunyiannya. kemudian kububuhkan tanda tangan dan "Makasih pak."

Sembari melangkahkan kaki keluar aku berusaha menenangkan hati yang ingin sekali marah.
"Sabar...sabar, ileng saiki lagi poso... mosok gor goro-goro ditokno tko kelas mbatalne posomu."

Ketika di luar kelas, aku berusaha mencoba memposisikan diriku sebagai beliau dan dengan gambaran suasana yang sama seperti di kelas. Setelah merenung aku mencoba menarik garis perak di antara awan hitam dan putih. "Apa aku ramai? Nggak ah, daritadi aku diam. Oh, mungkin kesalahnku tadi gara-gara aku nanya ke temanku ketika dia lagi mengeluarkan energi negatifnya? tapi, aku kan nanya seputar matakuliah tepatnya apa yang dimaksud dengan monotonic dan non-monotonic. Ah, mungkin waktu nanyanya yang kurang tepat. ah, tak apalah mungkin itu potongan puzzle yang harus aku sisipkan di antara puzzle-puzzle lainnya."

Meskipun sedikit kecewa, tetapi aku mencoba memetik pelajaran berharga dari semua ini, bahwa lain kali aku harus berusaha lebih baik lagi dalam membaca suasana, supaya tidak salah langkah. tetapi seandainya ada kesempatan, aku hanya ingin tahu kesalahanku apa dan supaya aku bisa memperbaikinya. untuk sosok yang menjadi salah satu orang yang tidak akan pernah saya tentang* yang memberikan lencana hitam kepadaku, aku hanya ingin berucap "Siapa saja bisa marah. Marah itu mudah. Tetapi, marah kepada orang yang tepat, dengan derajat kemarahan yang tepat, pada saat yang tepat, untuk tujuan yang tepat, dengan cara yang tepat, itu tidak mudah. Akan Tetapi sebelum marah, menarik diri dan mendengarkan penjelasan orang lain adalah hal yang lebih baik dilakukan karena dari sana kita akan dapat melihat dari berbagai sudut pandang. Bukan maksud menggurui atau yang lainnya karena dari segi pengalaman hidup, bapak sudah jauh berpengalaman dan lebih mendalam, sedangkan saya baru anak kemarin sore. tetapi orang yanng bijak adalah orang yang mau mendengarkan, meskipun perkataan tsb berasal dari seorang balita."

maturnuwun sanget sampun ndidik kulo lan kulo nyuwun pangapunten yen kulo nggadah kalepatan...